Nanga Bulik- Kejagung kembali menguak fakta baru dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Kali ini, pihak penyidik memeriksa Megawati Budiono, istri dari Komisaris Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto (ISL), sebagai saksi. Megawati, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Griya Asri Sejahtera—anak perusahaan Sritex—diperiksa terkait aliran dana dan keterlibatannya dalam pengelolaan kredit bermasalah tersebut.
Pemeriksaan Megawati dan Keterkaitannya dengan Sritex
Pemeriksaan terhadap Megawati Budiono dilakukan sepanjang hari ini di Gedung Kejaksaan Agung. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar, mengonfirmasi bahwa Megawati diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Direktur PT Griya Asri Sejahtera.
“Iya, sedang diperiksa Megawati, istri dari Iwan Setiawan Lukminto, selaku Direktur Utama PT Griya Asri Sejahtera,” jelas Harli.
PT Griya Asri Sejahtera merupakan salah satu anak usaha Sritex yang bergerak di bidang properti. Penyidik menduga ada aliran dana kredit dari bank yang digunakan tidak sesuai peruntukan, termasuk untuk kepentingan perusahaan grup Sritex lainnya.
Tiga Tersangka dan Kerugian Negara Rp 692 Miliar
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini:
-
Dicky Syahbandinata (DS) – Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tahun 2020.
-
Zainuddin Mappa (ZM) – Direktur Utama PT Bank DKI Tahun 2020.
-
Iwan Setiawan Lukminto (ISL) – Direktur Utama PT Sritex Tahun 2005–2022.
Kredit macet dari BJB dan Bank DKI mencapai Rp 692 miliar, yang telah ditetapkan sebagai kerugian negara karena Sritex dinyatakan pailit pada Oktober 2024 dan tidak mampu melunasi utangnya.

Namun, penyidikan lebih lanjut mengungkap bahwa total kredit macet Sritex jauh lebih besar, yakni Rp 3,58 triliun, melibatkan beberapa bank lain seperti:
-
Bank Jateng: Rp 395 miliar
-
Sindikasi Bank (BNI, BRI, LPEI): Rp 2,5 triliun
Bank-bank tersebut masih berstatus sebagai saksi, sementara BJB dan Bank DKI sudah terbukti melakukan tindakan melawan hukum dalam pemberian kredit.
Modus Korupsi dan Penyalahgunaan Kredit
Berdasarkan temuan Kejagung, terdapat indikasi mark-up proyek, penggelembungan laporan keuangan, dan penyalahgunaan dana kredit. Dugaan kuat bahwa dana tersebut dialihkan untuk keperluan lain di luar yang disetujui bank.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor (UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001) serta Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang penyertaan tindak pidana. Saat ini, ketiganya ditahan di Rutan Salemba selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar tentang sistem pengawasan kredit perbankan, terutama di bank-bank daerah. Beberapa analis menyoroti lemahnya due diligence dalam pemberian kredit besar kepada perusahaan tekstil yang akhirnya kolaps.