Breaking News
Kumpulan informasi aktual seputar peristiwa penting yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia, meliputi isu politik, kebijakan pemerintah, bencana, dan dinamika sosial masyarakat.
BRIMO BRIMO BRIMO BRIMO

Mantan Sekretaris MA Nurhadi Kembali ke Jeruji: Ditangkap Lagi Sebelum Sempat Hirup Udara Bebas

Mantan Sekretaris MA Nurhadi Kembali ke Jeruji: Ditangkap Lagi Sebelum Sempat Hirup Udara Bebas

BRIMO

Nanga Bulik- Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, kembali merasakan dinginnya jeruji besi. Kali ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahannya untuk kasus dugaan pencucian uang, hanya beberapa saat sebelum ia seharusnya bebas dari Lapas Sukamiskin, Bandung. Penangkapan ini menambah panjang daftar masalah hukum yang membelit mantan pejabat tinggi MA tersebut.

Penangkapan Mendadak Setelah Enam Tahun di Penjara

Pada Minggu (29/6/2025), KPK mengamankan Nurhadi di Lapas Sukamiskin. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa penahanan ini terkait kasus pencucian uang di lingkungan MA.

“Benar, KPK melakukan penangkapan dan kemudian melakukan penahanan kepada saudara NHD di Lapas Sukamiskin,” kata Budi dalam keterangannya, Senin (30/6/2025).

Nurhadi sebenarnya telah menjalani hukuman enam tahun penjara setelah divonis dalam kasus suap dan gratifikasi. Namun, sebelum sempat menikmati kebebasan, ia kembali diborgol.

Kasus Lama yang Tak Kunjung Selesai

Nurhadi bukan nama baru dalam ranah korupsi Indonesia. Pada kasus sebelumnya, ia terbukti menerima suap sebesar Rp 35,726 miliar dari Hiendra Soenjoto, Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), terkait pengurusan dua perkara di MA. Selain itu, ia juga menerima gratifikasi senilai Rp 13,787 miliar dari berbagai pihak yang berperkara di MA.

KPK sempat berupaya memperberat vonis dengan mengajukan kasasi, meminta Nurhadi membayar uang pengganti Rp 83,013 miliar. Namun, MA menolak permohonan tersebut pada 24 Desember 2021, mempertahankan vonis enam tahun penjara plus denda Rp 500 juta.

Pencucian Uang: Kasus Baru atau Lanjutan?

Kali ini, Nurhadi ditangkap atas dugaan pencucian uang. Namun, kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, menuding KPK sengaja memisahkan kasus ini dari perkara sebelumnya.

Mantan Sekretaris MA Nurhadi Kembali ke Jeruji: Ditangkap Lagi Sebelum Sempat Hirup Udara Bebas
Mantan Sekretaris MA Nurhadi Kembali ke Jeruji: Ditangkap Lagi Sebelum Sempat Hirup Udara Bebas

Baca Juga: Warga Gaza Temukan Pil Narkoba dalam Kantong Tepung Bantuan dari AS-Israel

“Bukan cuma seolah-olah menunda, ini melanggar hak asasi manusia. Prinsip dasar hukum acara pidana kita adalah peradilan yang cepat dengan biaya ringan,” protes Maqdir.

Ia mengaku mendapat informasi bahwa penahanan ini untuk memperlancar penyidikan. Namun, ia menilai KPK sengaja memecah kasus, sehingga proses hukum berlarut-larut.

KPK vs Kuasa Hukum: Polemik Penegakan HAM

Maqdir mengancam akan melaporkan KPK ke Dewan Pengawas (Dewas) karena menahan Nurhadi 20-40 hari tanpa alasan yang jelas. Ia berharap Dewas bisa mengawasi langkah KPK yang dinilai tidak proporsional.

“Kita lapor ke Dewas juga, mudah-mudahan Dewas akan melakukan tindakan kalau kita lapor,” ujarnya.

Di sisi lain, KPK bersikukuh bahwa penahanan ini diperlukan untuk mengungkap aliran dana haram di MA. Jika terbukti, Nurhadi bisa kembali mendekam lebih lama.

Kasus Nurhadi menjadi cermin betapa korupsi di Indonesia seringkali melibatkan jaringan yang luas dan rumit. Namun, di sisi lain, proses hukum yang terkesan “dipotong-potong” justru memunculkan pertanyaan:

  • Apakah KPK sengaja memperpanjang penderitaan Nurhadi?

  • Atau justru ada upaya sistematis untuk menutupi keterlibatan pihak lain di MA?

Yang jelas, kasus ini kembali mengingatkan publik bahwa korupsi di tubuh penegak hukum bukan sekadar pelanggaran, tapi pengkhianatan terhadap keadilan itu sendiri.

Dengan penahanan ini, KPK berpeluang mengungkap lebih dalam aliran dana haram di MA. Namun, publik juga berhak mempertanyakan:

  • Mengapa kasus pencucian uang tidak digabung sejak awal?

  • Apakah ada upaya untuk menyelamatkan pihak tertentu dengan menjadikan Nurhadi “kambing hitam”?

Satu hal yang pasti: Nurhadi belum benar-benar bebas. Dan Indonesia masih punya pekerjaan rumah besar untuk memastikan bahwa keadilan bukan sekadar ilusi di balik jeruji besi.

Klik Disini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *